Tenaga ahli
spesialis penyakit jantung di Indonesia masih belum mencukupi kebutuhan.
Kini, baru ada 458 dokter Spesialis Penyakit Jantung (SPJ) untuk
melayani sekitar 200 juta masyarakat. Itu berarti satu dokter akan
menangani 480.349 orang.
Ketua Umum Persatuan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler di Indonesia (PERKI), Sunarya Soerianata, MD, FIHA,
mengatakan untuk mencapai rasio 1: 100.000 saja cukup sulit. Pasalnya,
pendidikan dokter di Indonesia saat ini memakan biaya besar karena
pemerintah tidak lagi menyubsidi pendidikan kedokteran.
Padahal,
mahasiswa jurusan Kedokteran Umum (S1) butuh waktu hingga 13 tahun
untuk menjadi dokter SPJ. “Dokter umum butuh enam sampai tujuh tahun
sebelum melanjutkan SPJ, kami mewajibkan mereka untuk menjadi dokter
umum selama dua tahun. Sedangkan, pendidikan SPJ memakan waktu hingga
lima tahun.” jelas Soenarya dalam konferensi pers acara Seminar Awam
Kewaspadaan Sindroma Metabolik di Hotel Le Meridien Jakarta, Sabtu, 15
November 2008.
Sunarya menjelaskan pihaknya menggalakkan program
penanggulangan secara primer dan sekunder untuk mengantisipasi
kekurangan tenaga ahli tersebut. Selain PERKI, Yayasan Jantung
Indonesia, Departemen Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI), Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, serta Departemen
Kesehatan Republik Indonesia bekerja sama dalam program tersebut.
Selain
itu, tambah Sunarya, PERKI juga mengharapkan kerja sama dari dokter
umum, dokter jantung anak, dan spesialis penyakit dalam untuk memberi
pelayanan primer jantung seperti program deteksi dini.
Sunarya
mengakui terdapat beberapa masalah yang menghambat perkembangan
penangggulangan penyakit jantung. Selain kekurangan SDM, biaya
pengobatan penyakit jantung juga sangat mahal. Soalnya, alat-alat
jantung hampir tidak bisa diproduksi di dalam negeri. “Walau begitu,
layanan kardiovaskuler berteknologi tinggi di dalam negeri tidak kalah
dengan kemajuan spesialis jantung dan pembuluh darah di luar negeri,”
jelas Sunarya.
Dia mengatakan bahwa pada 2010, seluruh fakultas
kedokteran di Indonesia diharapkan memiliki pendidikan SPJ. Saat ini,
baru didirikan 12 pusat pendidikan dokter spesialis jantung dan pembuluh
darah di luar pusat pendidikan yang sudah ada, misalnya di FKUI dan
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Masa mendatang diharapkan
pusat pendidikan penyakit jantung dan pembuluh darah sudah tersebar di
seluruh Indonesia.
(Petti Lubis, Nerisa/Vivanews)
Kelebihan dan Kekurangan Investasi Rumah Sewa
11 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar